Tempat Makan Legendaris Berawal dari Hobi

Wulandari Kusmadyaningrum sedang mengecek pesanan

ZAGS -- Warung Selat Mbak Lies, salah satu tempat makan legendaris di Solo. Mengusung konsep Eropa dan Jawa, tempat makan ini masih tetap eksis sampai sekarang.

Wulandari Kusmadyaningrum yang akrab disapa Lilis, memulai berjualan sejak lulus SMA. Awal jualan, usianya masih 18 tahun. Hobi memasak dari kecil membuatnya membuka usaha tempat makan. Ia dibelikan rumah oleh orangtuanya di Solo. Orang tua Lilis tinggal di Jakarta. Ia tinggal di Solo bersama sang nenek. Selain memasak, Lilis kecil juga memiliki hobi mengumpulkan keramik.

Warung Selat Mbak Lies didirikan tahun 1987. Bertempat di Jalan Veteran, Gang 2, No.42, Serengan, Solo, Jawa Tengah. Nama Warung Mbak Lies sendiri berasal dari nama panggilan pemiliknya yakni Lilis. Tempat makan ini buka pukul 08.00-18.00 WIB. Khusus hari besar seperti lebaran, tutup jika sudah habis. 

Sejak kecil Lilis sangat senang makan selat. Sampai akhirnya ia membuka tempat makan dengan menu utama selat dan beberapa menu pendamping seperti setup macaroni, opor lontong, bakmi dan lain-lain. Menu pendamping ia sediakan sesuai dengan keinginannya. Lama-kelamaan, ia capek karena gonta-ganti menu pendamping. Saat ini menu yang ia sediakan sudah  mencakup semua menu tersebut. Sekarang tempat makannya memiliki banyak pembeli yang berasal dari dalam maupun luar kota Solo. 

Tempat makan ini berkonsep Eropa dan Jawa. Hal tersebut ia paparkan karena kata selat yang menjadi menu andalannya berawal dari kata salad. Makanan salad berasal dari Belanda. Saat Indonesia dijajah oleh Belanda, masyarakat Belanda sangat suka makan salad. Lalu, masyarakat Jawa juga membuat makanan yang diberi nama selat. Lilis tidak ingin melupakan sejarah. Selain sebagai tempat berjualan, tempat ini dikonsep agar Lilis dapat bernostalgia.

"Di sini tidak ada pembukuan, jadi untuk uangnya ya dibagi-bagi untuk gaji karyawan dan untuk beli bahan," kata Lilis.

Sesuai dengan konsepnya yaitu Eropa dan Jawa seragam yang digunakan oleh karyawanmya juga demikian. "Karyawan di sini kadang memakai seragam khas Jawa seperti kebaya dan batik. Kadang juga memakai pakaian khas Belanda atau Eropa," tambahnya.

Tempat makan ini tidak memiliki nomor meja.Tiap kursi dan sudut-sudut ruangan, Lilis beri nama sesuai dengan sejarah tempat tersebut. Seperti parkir lor dan parkir kidul yang dulunya merupakan tempat parkir, lor berarti utara dan kidul berarti selatan. Ada juga DP yang berarti depan dan kebetulan pada saat dibangun penyanyi Dewi Perssik sedang naik daun. Yang tak kalah menarik, kamar anaknya dibongkar menjadi tempat lesehan dan diberi nama Adam Inul, Diberi nama Adam Inul karena saat itu sedang populer goyangan ngebor Inul Daratista. Dan masih banyak lagi.

Lilis mengaku, bahan menu yang ada di sini tak hanya didapatkan dari dalam kota saja. Jika bahannya di Solo tidak ada, ia mencari di luar kota seperti sirup tjampolay yang ia dapatkan dari Cirebon, dan alpukat yang didapat dari Blitar. Semua bahan menu di sini ia perlihatkan, supaya pelanggan mengetahui hidangan yang disediakan masih segar.

Menurut pengamatan Ezags di tempat makan ini dapat ditemui bebagai macam bentuk keramik seperti piring, gelas, dan lain-lain. Ada juga lukisan yang menggambarkan kegiatan apa saja yang dilakukan di sini. Seperti kegiatan memasak dan lain sebagainya.

Lilis tidak ingin membuka cabang. Dari awal  buka hingga sekarang  tempatnya hanya satu dan tidak berpindah. Ia ingin turun tangan langsung melayani pelanggan. Dan memasak bersama karyawan.
Menurut beberapa pembeli rasa selat yang dijual di sini enak.

“Selatnya enak, kuahnya itu manisnya terasa, dagingnya juga empuk. Harga hidangan di sini juga tergolong murah kisaran Rp18.000-Rp30.000 saja”, kata Bisma salah seorang pembeli. 

“Tempatnya juga menarik karena unik, tetapi saya sedikit takut nyenggol keramiknya,” tambahnya.



Penulis : Ardea Ningtias Yuliawati
Foto : Dok/Zags/Ardea

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog

Recent Posts

Label