Ketoprak Ngampung: Eksistensi di Tengah Globalisasi



Kemajuan teknologi telah menjadikan generasi milenial kecanduan, terlebih semenjak hadirnya smartphone yang memberikan kemudahan kepada pengguna untuk mengakses berbagai jenis hiburan hanya dalam satu genggaman. Tak jarang, dengan kehadiran dan kemajuan teknologi yang semakin pesat membuat mereka lupa akan kesenian tradisonal seperti ketoprak. 

Kota Surakarta atau yang lebih dikenal dengan Kota Solo memiliki segudang kesenian tradisonal yang masih eksis hingga saat ini, salah satunya adalah Ketoprak. Kelompok kesenian “Ketoprak Ngampung” sendiri merupakan salah satu kelompok ketoprak kondang di Solo. Saat ini, ketoprak ngampung kerap melakukan pementasan di Taman Balekambang, Kota Solo, maupun juga di luar kota.  

Menariknya, pemain ketoprak ngampung didominasi oleh anak-anak muda. Di lansir dari radar.solo.jawapos.com, anggota ketoprak ngampung sendiri didominasi oleh mahasiswa/i Institut Seni Surakarta (ISI). Menariknya, dari segi cerita yang dibawakan, ketoprak Ngampung tidak hanya mengangkat cerita-cerita tradisional atau kuno saja, namun juga isu-isu yang ada di masyarakat, seperti beberapa waktu lalu yang membawakan tema terkait isu berita bohong atau hoax yang sedang marak di masyarakat. 

Melalui konsep banyolan atau komedi yang dihadirkan, membuat tema yang sedikit “berat” menjadi mudah untuk diterima. Pesan atau amanat yang bisa dipetik dari pementasan pun bisa diingat baik oleh penonton. Selain itu, dialog yang digunakan pun lebih komunikatif dan merupakan bahasa sehari-hari sehingga dapat dinikmati dan mudah untuk dicerna oleh berbagai generasi. Tak sedikit yang kini menjadikan ketoprak sebagai alat atau media untuk menyampaikan pesan secara tersirat. 

Berbeda dengan panggung kesenian atau pertunjukkan pada umumnya, panggung yang digunakan oleh ketoprak ngampung sebisa mungkin tidak berjarak dengan penonton. Dikutip dari soloinside.wordpress, Dwi Mustanto, penulis naskah Ketoprak Ngampung mejelaskan bahwa Ketoprak Ngampung sengaja memotong jarak dan lebih mendekatkan dengan para penontonnya, bahkan apabila memungkinkan penonton diajak untuk terlibat dan bermain mengikuti alur certa. 


Editor: Zalita Alda Miarta
Foto: Dok. Pribadi

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog

Recent Posts

Label